Learn firsthand more meaningful
ADVICE FROM A THOUSAND
Perjalanan surabaya-jakarta dalam semalam tidak terasa
penat kendati naik kereta Gumarang kelas Bisnis kendati harus tidur di
sela sela kursi penumpang, agar tulang
belakang ini tetap lurus makanya tidur di lantai kereta, terbayar impas dengan sebuah
pelesir pendidikan revolusioner judulnya.
Betapa tidak takjub maksud pertama ke Jakarta adalah silahturahim
ke Donatur utama masjid kampung kami, mampir kerumah dinas orang pertama di jajaran Angkatan Laut
Indonesia, disambut bak “tamu raja”, dengan suguhan santapan pagi diluar
perkiraan kami (yang turun dari Gumarang dengan sarung dan baju koko beserta
kopyah), Tiba di Stasiun Senen tiga sopir berbadan tegap berambut cepak
mengulum senyum mempersilahkan kami naik
bus eksekutif dari satuan angkatan laut
di dalam sudah tersaji hidfangan buah buahan dan air mineral dalam botol 500
ml, yang awalnya ragu ragu apa benar , apa boleh di santap atau hanya sekedar
penghias bus.
Tak lama berselang
sambutan hangat di rumah dinas dari istri seorang Laksamana menyambut
hangat pimpinan rombongan kami, di serambi belakang dekat taman tertata rapi
kursi empuk dan sajian sarapan pagi yang membuat liur dan perut kami berteriak
ingin menghabiskannya, nasi pecel lengkap dengan lauknya dan di samping
tersedia kikil dengan lontongnya , buah buahan yang tak asing lagi tertata rapi
Jeruk dan kelengkeng, namun satu buah asing menurut kami Matoa ASING BUAT LIDAH KAMI DAN
TERNYATA HABIS LUDES DI PAGI HARI ITU.
Menhilangkan penat dengan lesehan di ruang tamu di iringi
lengkap dengan electone ( cuman tidak ada
yg berani tampil) berfoto di rumah sang jendral dengan berharap siapa trahu
anak anak kami bisa mencontoh pasangan yang
foto keluarga serba militer namun
familiar.
Tepat jam 9.00 kita silaturahim ke donatur utama masjid
kampung kami untuk mendoakan kesembuhan beliau dengan istighosah, dan bacaan
ayat suci Ar rohman, Al Mulk dan Waqiah ditutup dengan doa yang full dengan tangisan iba para jamaah , doa
doa kami tersendat pilu tak selantang doa para pengkhutbah, haru deru semua
jiwa yang bersilahturahim ke Rievera garden
wilayah kelapa Gading . Ya Allah
berilah kesembuhan kepada beliau.
Menjelang dhuhur kami pamitan bertolak ke istiqlal
melaksanakan sholat dhuhur di masjid terbesar se Asia tersebut, yang lagi di
cleaning service dengan menghabiskan
dana 50 m untuk bersih bersih tok, karena hampir semua pemanis acesoris gedung terbuat dari stenles
steel mulai dari tiang ruang utama , ventilasi, bahkan sampai tempat BAK terbuat dari bahan yang sama.
Yang terbiasa weekend dan menghabiskan uang kecil untuk shopping di kaki lima untuk
oleh oleh keluarga di surabya ramai
menawar souvenir Jakarta yang di kuasai
tshirt dan sejenisnya. Aku hanya berdialog dengan sopir bus yang tegap itu. Dan
terdengar rencana ke Monas sekalian mampir lewat Cendana (rumah keluarga almarhum Suharto).
Tak di nyana ada pemandangan aneh menurut kami tujuannya
ternyata bukan monas yang tadi di lewati begitu saja ternyata menuju lokasi
museum keluarga penculikan G 30 S/PKI
Jendral Ahmad Yani, cerita dengan narasi demi narasi begitu menggugah hati dan
perasaan kami, pengetahuan yang ku dapat dari buku sejak sd di tambah nonton
film penculikan yang saat smp di
wajibkan oleh menteri Penerangan saat itu Harmoko,seakan hanya pemanis mind,
beda dengan pembuktian secara langsung menginjakkan kaki di saksi
bisu RUMAH TINGGAL KEL. A YANI yang sekarang telah
menjadi museum.
Kesederhanaan rumah yang bersahaja di era zamannya tentu
bukan rumah yang terlalu mewah SEBAGAI SEORANG KEPALA Angkatan darat saat itu,
Ruang tamu tak begitu besar terlihat dari sempitnya kami mendengarkan narasi
dari seorang penjaga museum melayani pertanyaan pertanyaan kami, ruang tidur yang tidak tergolong wah pun terlihat,
sangat sederhana namun tertata rapi catatan catatan beliau masih tersimpan
rapi, yang menarik di atas pojok kamar ada
garis petir yang di gambar oleh beliau dan di abadikan museum hingga
saat ini, sebuah peristiwa di rumah tersebut saat di tinggal sang jenderal di
siang bolong ada petir yang menyambar
sebagai pertanda musibah akan datang. Tatanan ruang tudur seorang jendral amat bersahaja menjadi saksi bisu sebuah senjata laras panjang buatan rusia yang membunuh sang jendral di pajang dalam etalase kamar berserta baju yang masih terlihat lubang pelurunya.
Upaya perlawanan sang jendral ( berpiyama) saat di paksa cakra birawa tergambar dalam lukisan di ruang penyambutan
suasana haru dari besuk sekarang bertambah mengharu biru alam nostalgia peristiwa kekejaman G 30 S/PKI mencuat.
Bertolak dari Rumah sang Jendral Ahmad Yani menuju Museum Nasution di bilangan Jalan Teuku Umar bersebelahan dengan rumah Keluarga Cendana (yang saat ini tidak begitu garang bagi media massa ataupun mahasiswa).
Kontras dengan rumah Ahmad Yani, simpanan buku buku karya mendiang yang selamat dari penculikan cakra birawa hingga sang Adek menjadi korban berserta ajudan penjaga itu lebih nampak luas, lantai marmer dengan asesories gading dari Gajah Kongo menyambut para tamu sembari di perkenalkan kursi santai perjaka Pak Nas, tak jauh terlihat Guci dari Cina yang tentunya tidak mudah memboyongnya ke Indonesia.
Kesan seorang jendral pemikir terlihat dari perkakas etalase yang lebih mendominasi seluruh ruang dengan karya karya beliau.
Sontak saja ketertegunan kita melihat patung patung lilin yang mewakili cerita memilukan penembakan Ade Irma Suryani Nasution yang menjadi korban kebiadaban tentara cakra birawa, di anatar kamar tidur anak anak nampak lukisan pencil ade dengan guratan teks salah apa adek!!. Masih dalam dekapan BU Nasution rentetan tembakan menghujami bocah tanpa dosa di tenga malam buta, kala menghardik para tentara yang membuka dengan luluasa pintu depan yang oleh Pak Nas selalu di buka sebagai ventilasi udara saat malam gulita.
Pak Nas yang tertembak di lutut berusaha menyelamatkan diri di balik tembok tetangga hingga bruakk salah satu kaki beliau terbentur benda keras namun luput dari kejaran. dan Selamat.
Sementara sang penjaga dengan wajah mirip Pak Nasution menjadi tumbal kebiadaban Cakra Birawa.